Rss Digg Twitter Delicious Facebook Stumbleupon

Minggu, 19 Juni 2011

Skenario Blok 12 Modul 6

Modul 6
Infertilitas

Yani, seorang wanita berumur 40 tahun mengeluh mengalami perdarahan yang lama dan banyak yang sudah dialami sejak 4 bulan terakhir. Yani menikah usia 19 tahun, dan pernah hamil 6 kali tapi hanya 2 anaknya yang hidup sedangkan 4 lainnya abortus spontan pada umur kehamilan 8,9,10,11 minggu. Setelah kehamilan anak terakhir, Yani memakai IUD. Karena sering mengalami infeksi dan nyeri di daerah pelvis, IUD dilepas dan mencoba memakai pil KB, tetapi sering mengalami perdarahan, akhirnya Yani memutuskan tidak ber KB lagi sejak 13 tahun yang lalu.

Saat ini Yani ingin hamil lagi karena ia ingin memiliki anak laki laki karena 2 anak sebelumnya perempuan. Tetapi Yani khawatir sekali apakah akan terjadi keguguran lagi, karena pada keguguran yang lalu ditemukan adanya infeksi TORCH. Menurut dokter ini berhubungan dengan kebiasaan Yani yang suka makan telur seteengah matang dan memiliki beberapa ekor kucing.

Dari asil pemeriksaan dokter saat ini tidak ditemukan kelainan dari dari genitalia interna, dari hasil pemeriksaan USG ditemukan endometrium tebal 14 mm dan kedua ovarium normal. Yani bertanya kepada dokter apakah dia bisa hamil lagi, dan apakah kista endometriosis yang pernah di operasi sewaktu gadis bisa kambuh lagi ?
Bagaimana anda menjelaskan keadaan Yani ?

Sabtu, 18 Juni 2011

Surat Cinta dari B.j Habibie

sobat, hatiku sekarang adalah hati yang tak mudah tersentak. walau dengan tindakan menyakitkan sekalipun, namun entah kenapa ? di pagi buta ini hatiku seolah dipaksa untuk menyentak, karena ini... sebuah surat cinta yang begitu dalam. ditulis dan dicitrakan oleh seorang pahlawan bangsa ini, seorang bapak demokrasi, bapak teknologi, manusia jenius indonesia abad ini... mengharukan, sekaligus membuat sesuatu lebih hidup. baca dan artikan, aku yakin kamu punya hati untuk menerka, sobat...!
::: Mahfudhdinsyah



Surat Bj. Habibie kepada (Alm. Isteri tercintanya)

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu. Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi……

……Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku ….

BJ.Habibie

Rabu, 15 Juni 2011

Learning Objektif Modul 5

LO1. Perdarahan Post Partum

I. Definisi

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1,2,3. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2.

Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:

1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage)

Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.

2. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage)

Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.

II. Etiologi

Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:

- Atonia uteri

- Luka jalan lahir

- Retensio plasenta

- Gangguan pembekuan darah

III. Insidensi

Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5.

Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5:

- Atonia uteri 50 – 60 %

- Sisa plasenta 23 – 24 %

- Retensio plasenta 16 – 17 %

- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %

- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

I. Penilaian Klinik

Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok3

Volume Kehilangan Darah

Tekanan Darah (sistolik)

Gejala dan Tanda

Derajat Syok

500-1.000 mL

(10-15%)

Normal

Palpitasi, takikardia, pusing

Terkompensasi

1000-1500 mL (15-25%)

Penurunan ringan (80-100 mm Hg)

Lemah, takikardia, berkeringat

Ringan

1500-2000 mL (25-35%)

Penurunan sedang (70-80 mm Hg)

Gelisah, pucat, oliguria

Sedang

2000-3000 mL (35-50%)

Penurunan tajam (50-70 mm Hg)

Pingsan, hipoksia, anuria

Berat

Tabel II.2. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2

Gejala dan Tanda

Penyulit

Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi dan lembek.

Perdarahan segera setelah anak lahir

Syok

Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar

Atonia uteri

Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir

Uterus berkontraksi dan keras

Plasenta lengkap

Pucat

Lemah

Menggigil

Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30 menit

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi dan keras

Tali pusat putus akibat traksi berlebihan

Inversio uteri akibat tarikan

Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba

Lumen vagina terisi massa

Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir)

Neurogenik syok

Pucat dan limbung

Inversio uteri

Sub-involusi uterus

Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus

Perdarahan sekunder

Anemia

Demam

Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)

I. Kriteria Diagnosis1

- Pemeriksaan fisik:

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

- Pemeriksaan obstetri:

Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

- Pemeriksaan ginekologi:

Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

II. Faktor Resiko1,3

· Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)

· Partus presipitatus

· Solutio plasenta

· Persalinan traumatis

· Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)

· Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus

· Partus lama

· Grandemultipara

· Plasenta previa

· Persalinan dengan pacuan

· Riwayat perdarahan pasca persalinan

III. Pemeriksaan Penunjang1,2,3

a. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk1,3.

- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal3.

- Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3.

b. Pemeriksaan radiologi

- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.

- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya1,2,3.

IV. Penatalaksanaan

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum3.

Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.

Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.

Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3.

Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3.

Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.

PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.

Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan3.

Tabel II.3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

Jenis dan Cara

Oksitosin

Ergometrin

Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal

IV: 20 U dalam 1

L larutan garam

fisiologis dengan

tetesan cepat

IM: 10 U

IM atau IV (lambat): 0,2 mg

Oral atau rektal 400 mg

Dosis lanjutan

IV: 20 U dalam 1

L larutan garam

fisiologis dengan

40 tetes/menit

Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit

Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam

400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hari

Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis

Total 1 mg (5 dosis)

Total 1200 mg atau 3 dosis

Kontraindikasi atau hati-hati

Pemberian IV secara cepat atau bolus

Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi

Nyeri kontraksi

Asma

I. Penyulit1

- Syok ireversibel

- DIC

- Amenorea sekunder

II. Pencegahan

Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:

- Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.

- Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat

- Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik

LO2. Infeksi Selama Masa Nifas

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari.

Penyebab dan Cara Terjadinya Infeksi Nifas

  1. Penyebab infeksi nifas

Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuinan-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :

1) Streptococcus haemoliticus anaerobic

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

2) Staphylococcus aureus

Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.

3) Escherichia Coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius

4) Clostridium Welchii

Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

  1. Cara terjadinya infeksi nifas

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:

1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.

2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.

3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.

4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.

Faktor Predisposisi Infeksi Nifas

  1. Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan
    banyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga infeksi
    lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
  2. Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan
    ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang
    baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan.
  3. Tindakan obstetrik operatif baik pervaginam maupun perabdominam.
  4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
    rongga rahim.
  5. Episiotomi atau laserasi.

Gambaran Klinis Infeksi Nifas

a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina dan serviks

Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang-kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38°C dan nadi di bawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39 - 40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.

b. Endometritis

Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.

Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.

Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau. c.

c. Septicemia dan piemia

Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.

Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

d. Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

e. Sellulitis pelvika (Parametritis)

Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika.

Pada perkembangan peradangan lebih lanjut gejala-gejala sellulitis pelvika menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam dua pentiga kasus tidak terjadi pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya terdapat parametrium yang kaku.

Jika terjadi abses, nanah harus dikeluarkan karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke rongga perut yang menyebabkan peritonitis, ke rektum, atau ke kandung kencing.

f. Salpingitis dan ooforitis

Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio peritonitis.

Pencegahan Infeksi Nifas

1) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.

2) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.

3) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin.

LO3. Subinvolusi

1. PENGERTIAN
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya,sehingga proses pengecilan uterus terhambat.
Subinvolusi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif,kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah ke ukurannya.(Varney’s Midwivery)

2. PENYEBAB
a) . Terjadi infeksi pada endometrium
b) . Terdapat sisa plasenta dan selaputnya
c) . Terdapat bekuan darah
d) . Mioma uteri

3. TANDA & GEJALA
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,sampai kira-kira 4 – 6 minggu postpartum.
- Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/pelvis dari yang diperkirakan/penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
- Keluaran lochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra kebentuk serosa,lalu kebentuk lochia alba
- Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum/lebih dari 2 minggu postpartum
- Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan
- Leukore dan lochia berbau menyengat,bisa terjadi jika ada infeksi.
- Pucat,pusing,dan tekanan darah rendah
- Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyk ( > 500 ml )
- Nadi lemah,gelisah ,letih,ekstrimitas dingin.

4. TERAPI
Pemberian Antibiotika
Pemberian Uterotonika
Pemberian Tansfusi
Dilakukan kerokan bila disebabkan karena tertinggalnya sisa – sisa plasenta

LO4. Gangguan Psikologis pada masa nifas

1 Depresi Pasca Kelahiran (Post Partum Blues)

Pengertian Post Partum Blues

Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelahh persalinan.

Penyebab Post Partum Blues

Dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan, tetapi bila tidak ditatalaksanai dengan baik dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis salin yang mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anknya.

Gejala Post Partum Blues

Gejala-gejala yang terjadi: reaksi depresi/sedih/disforia, menagis, mudah tersinggun atau iritabilitas, cemas, labil perasaan, cendrung menyalahkan diri sendiri,gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.

Gambaran Klinik, Pencegahan dan Penatalaksanaan

Banyak factor yang dianggap mendukung pada sindroma ini:

1. Faktor hormonal yang terlalu rendah

2. Faktor demografik yaitu umur dan parietas

3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan

4. Latar belakan psikososial yang bersangkutan

Cara mengatasinya adalah dengan mempersiapkan persalinan dengan lebih baik, maksudnya disini tidak hanya menekankan pada materi tapi yang lebih penting dari segi psikologi dan mental ibu.

Pencegahannya dapat dilakukan dengan:

1. beristirahat ketika bayi tidur

2. erolah raga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu

3. tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

4. bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

5. bersikap fleksibel dan bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru

6. kempatan merawat bayi hanya dating satu kali

2. Depresi Post Partum

Pengertian Depresi Post Partum

Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.

Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).

Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.

Penyebab Depresi Post Partum

Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone.

Pitt(regina dkk,2001) mengemukakan 4 faktor penyebab depresi post partum:

1. factor konstitusional

2. factor fisik yang etrjadi karena ketidakseimbangan hormonal

3. factor psikologi

4. factor social dan karateristik ibu

Gejala Depresi Post Partum

Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:

1. berkurangnya energi

2. penurunan efek

3. hilang minat (anhedonia)

Ling dan Duff(2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:

1. trauma terhadap intervensi medis yang terjadi

2. kelelahan dan perubahan mood

3. gangguan nafsu makan dan gangguan tidur

4. tidak mau berhubungan dengan orang lain

5. tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

Gambaran Klinik, Pencegahan dan Penatalaksanaan

Monks dkk (1988) mengatakan depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan.

Faktor resiko:

1. keadaan hormonal

2. dukungan sosial

3. emotional relationship

4. komunikasi dan kedekatan

5. struktur keluarga

6. antropologi

7. perkawinan

8. demografi

9. stressor psikososial dan lingkungan

Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.

Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:

1. beristirahat dengan baik

2. berolahraga yang ringan

3. berbagi cerita dengan orang lain

4. bersikap fleksible

5. bergabung dengan orang-oarang baru

6. sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

3. Post Partum Psikosa

Pengertian Post Partum Psikosa

Adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.

Penyebab Post Partum Psikosa

Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.

Gejala Post Partum Psikosa

Gejala yang sering terjadi adalah:

1. delusi

2. halusinasi

3. gangguan saat tidur

4. obsesi mengenai bayi

Gambaran Klinik, Pencegahan dan Penatalaksanaan

Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat.

Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.

Saran kepada penderita untuk:

1. beristirahat cukup

2. mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang

3. bergabung dengan orang-orang yang baru

4. bersikap fleksible

5. berbagi cerita dengan orang terdekat

6.sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

LO5. Laktasi

PROBLEMA IBU MENYUSUI DAN PENANGANANNYA

1. Putting susu datar/tertarik kedalam (Inverted Nipple)

Penanganannya:

Dengan pengurutan putting susu, posisi putting susu ini akan menonjol keluarseperti keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast Pump). Jika dengan cara-cara tersebut diatas tidka berhasil (ini

merupakan True Inverted Nipple) maka usaha koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

2. Putting susu lecet (Abraded and or cracked nipple)

Penyebabnya:

- Tehnik menyusui yang kurang tepat.

- Pembengkakan payudara

- Iritasi dari bahan kimia, misalnya sabun

- Moniliasis (infeksi jamur)

Penanganan:

- Posisi bayi sewaktu menyusu harus baik

- Hindari pembengkakan payudara dengan lebih seringnya bayi disusui, atau mengeluarkan air susu dengan urutan (massage)

- Payudara dianginkan di udara terbuka

- Putting susu diolesi dengan lanolin

- Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.

- Untuk mengurangi rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika.

3. Pembengkakan payudara (Engorgement)

Penyebab:

Pengeluaran air susu tidak lancar oleh karena putting susu jarang diisap

Penanganan:

- payudara dikompres dengan air hangat

- payudara diurut sehingga air susu mengalir keluar, atu dengan pompa payudara.

- Bayi disusui lebih sering

- Untuk menghilangkan rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika

4. Saluran air susu tersumbat (Obstructed Duct)

Penyebab:

1. Air susu mengental hingga menyumbat lumen saluran. Hal ini terjadi sebagai akibat air susu jarang dikeluarkan.

2. Adanya penekanan saluran air susu dari luar.

Penanganan:

- Payudara dikompres dengan air hangat, setelah itu bayi disusui

- Payudara siurut (massage), setelah itu bayi disusui

- Bayi disusui lebih sering

- Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat.

5. Mastitis (peradangan payudara)

Penyebab:

Umumnya didahului dengan: putting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau pembengkakan payudara.

Penanganan:

- Payudara dikompres dengan air hangat

- Untuk mengurangi rasa sakit diberi pengobatan dengan tablet analgetika

- Untuk mengatasi infeksi diberi pengobatan dengan antibiotika.

- Bayi disusui mulai dengan payudara yang mengalami peradangan, dan ibu jangan dianjurkan menghentikan menyusui bayinya.

- Istirahat yang cukup.

6. Sekresi dan pengeluaran air susu kurang

Penyebabnya:

- Isapan pada putting susu jarang, atau diisap terlalu singkat

- Metode isapan bayi kurang efektif

- Bayi sudah mendapat makanan tambahan hingga keinginan untuk menyusu berkurang.

- Nutrisi (makanan) ibu kurang sempurna

- Adanya hambatan atas let’s down reflex, misalnya oleh karena stress atu cemas

- Obat-obatan yang menghambat sekresi air susu

- Kelainan hormonal

- Kelainan parenchym payudara

7. Abses payudara

Penyebab: Infeksi bakterial, khususnya staphylococcus virulent

Penanganan:

- Kultur pus atau sekresi dari putting susu, untuk menentukan antibiotika yang ampuh

- Pus dikeluarkan dengan pompa payudara.

- Atau kalau ada indikasi untuk tindakan operatif, dibuat pengeluaran (drainage) pus

- Jika penyebabnya bukan bakteri virulent, bayi dapat diberi air susu ibunya asal saja si ibu sudah diberi antiobiotika 12 jam sebelumnya

- Ibu dengan keadaan penyakitnya berat dan keadaan umum tidak baik, bayi diberi ASI donor.

8. Tumor Payudara

Tumor payudara yang dijumpai pada masa laktasi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi tanpa menghentikan laktasi. Dari pemeriksaan patologi sediaan biopsi ini, sikap tentang laktasi diputuskan. Laktasi dapat dilanjutkan jika tumor jinak, kemudian tumor dieksterpasi (dibuang).Jika ibu mendesak untuk segera dilakukan ekstirpasi, maka permintaan ini dikabulkan tanpa menghentikan laktasi. Jika ternyata jenis tumor ganas (kanker), maka laktasi segera dihentikan (bayi disapih). Kanker payudara lebih sering dijumpai pada kelompok ibu yang tidakmenyusui bayinya dibandingkan dengan kelompok ibu yang menyusui bayi.

9. Ibu menderita hepatitis atau pembawa kuman (carrier)

Ibu yang darahnya mengandung hepatitis B antigen dapat menularkannya ke bayi semasa hamil (transplacental), pada waktu persalinan, dan akibat hubungan (kontak) yang berlangsung lama antara ibu-bayi. Penularan dari ibu kepada bayi ini dikenal dengan istilah “Vertical Transmission”. Beberapa peneliti melaporkan bahwa air susu penderita Hepatitis B mengandung hepatitis B antigen, tetapi penularan melalui ASI belum dapat dipastikan. Bayi yang lahir harus diberi Hepatitis B immunoglobulin. Ibu yang dalam keadaan infeksi aktif tidak dianjurkan untuk menyusui bayinya.

10. Herpes

Ibu yang mendapat infeksi CMV dapat menularkannya melalui ASI. Untuk mencegah penularan, laktai dihentikan.

11. Persalinan operatif (seksio sesarea)

Seksio sesarea tanpa komplikasi berat, ibu dapat menyusui bayinya 12 jam pasca persalinan. Sebaiknya obat-obatan untuk si ibu diberikan setelah bayi disusui. Bayi yang dilahirkan dengan seksio sasarea dan belum dapat disusui, ASI harus dipompa dan diberikan kepada bayinya dengan menggunakan sendok teh.

12. Toksemia

Persalinan pada ibu yang menderita pre eklampsia/eklampsia yang masih mendapat pengobatan diuretik, antihipertensi ataupun sedativa, sebaiknya bayi jangan diberi ASI. ASI dipompa dan dibuang, dan bayi diberi air susu ibu dari donor. Setelah kondisi ibu pulih dan obat-obatan dihentikan, ibu dianjurkan

menyusui bayinya.

13. Tuberkulosis

Ibu yang menderita TBC boleh menyusui bayinya. Si Ibu diberi pengobatan dan bayi diberi INH atau divaksinasi dengan BCG dari jenis INH resistant straint. Ibu yang menderita TBC payudara TBC payudara tidka dianjurkan menyusui bayinya.

14. Lepra

Ibu penderita lepra dibolehkan menyusui bayinya. Ibu dan bayi berhubunganhanya waktu menyusui, setelah selesai, dipisah kembali. Ibu dan bayi diberi pngobatan oral diaminodiphenyl sulfone.

15. Diare oleh sebab infeksi bakterial

Ibu yang menderita diare oleh bakteri boleh menyusui bayinya setelah lebih dahulu si Ibu diberi pengobatan.

16. Diabetes melitus

Ibu penderita diabetes mellitus dibolehkan menyusui bayinya.

17. Hypertyroidisme

Ibu penderita hypertyroidisme boleh menyusui bayinya, asal saja kadar T4 dan TSH dalam darah bayi diukur secara berkala.

18. Psikosis

Ibu yang menderita psikosis tidak dianjurkan menyusui bayinya oleh karena dikhawatirkan bayi mendapat perlakuan buruk.

19. Ibu bekerja

Penyebab utama penyapihan bayi adalah ibu yang aktif bekerja. Sebaiknya diberi kesempatan pada si Ibu untuk menyusui bayinya ditempat ia bekerja

LO6. Komplikasi masa nifas

Pendarahan Masa Nifas

Adalah kehilangan darah lebih dari 500 mL pada saat melahirkan lewat vagina. Kehilangan darah yang terlalu banyak biasanya terjadi pada periode masa nifas awal tetapi dapat terjadi perlahan-lahan selama 24 jam awal.

Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral miometrium dan vena desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta. Karena kontraksi pada rahim yang sebagian kosong menyebabkan pemisahan plasenta, terjadilah pendarahan dan berlanjut hingga otot rahim berkontraksi di sekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologik-anatomik. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan pendarahan yang terlalu banyak di tempat plasenta.

Penyebab-penyebab pendarahan plasenta:

1. Atonia uteri

Sebagian besar pendarahan masa nifas, 75-80 % terjadi karena atonia uteri:

Predisposisi untuk atonia uteri :

  • Distensi rahim yang berlebihan (karena kehamilan ganda, polihidramnion, makrosomia janin).
  • Pemanjangan masa persalinan.
  • Augmentasi oksitoksin pada persalinan.
  • Grandemultiparitas (paritas sebesar 5 atau lebih).
  • Persalinan yang tergesa-gesa (kurang dari 3 jam).
  • Terapi magmasium sulfat pada pre-eklamsi.
  • Korioamnionitis.
  • Cedera jalan lahir.

Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forseps atau ekstraktor vakum. Laserasi terjadi terutama pada tubuh perineum, di daerah periuretal, dan pada iskiadikus spinalis di sepanjang aspek-aspek posterolateral vagina.

2. Jaringan plasenta yang tertahan.

Terdapat lapisan bahan fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch pada dasar plasenta. Tetapi bila rahim yang sebagian kosong berkontraksi, plasenta akan memisah melalui lapisan ini. Kalau vili penempel plasenta berkembang ke bawah ke dalam miometrium yang mengganggu lapisan fibrinoid ini, pemisahan plasenta tidak akan lengkap atau mungkin tidak terjadi sama sekali.

3. Implantasi plasenta yang rendah

Hal ini merupakan predisposisi pendarahan karena kandungan relatif otot pada dinding rahim berkurang dalam segmen rahim bagian bawah, yang mengakibatkan ketidakcukupan kendali pendarahan tempat plasenta.

4. Inversio uteri

Adalah “pembalikan bagian dalam ke luar” pada rahim pada saat tahap persalinan ketiga. Kalau dokter yang kurang berpengalaman melakukan penekanan fundus sementara tali pusar ditarik sebelum pemisahan plasenta lengkap, inversi rahim dapat terjadi. Sementara fundus rahim bergerak melalui vagina, inversi menimbulkan traksi pada struktur peritonium, yang menimbulkan respon vasovagal yang hebat. Vasodilatasi yang diakibatkan, akan meningkatkan pendarahan dan syok hipovolemik. Jika plasenta terbuka lengkap atau sebagian, atonia uteri dapat menyebabkan pendarahan yang banyak, yang disertai syok vasovagal.

Sepsis nifas

Ibu dalam masa nifas dikatakan sepsis apabila suhu tubuh ≥ 38C,terjadi lebih dari 2 hari yang beruntun, dan dalam 10 hari pertama masa nifas.

Etiologinya berhubungan dengan mikroba yang ada di vagina dan serviks. Setelah proses persalinan, pH vagina berubah dari asam menjadi alkalin, karena efek penetralan dari cairan amnion alkalin, darah dan lokhia, disamping menurunnya populasi laktobasili. Peningkatkan pH membantu berkembangnya mikroorganime aerob.

Sepsis ini dapat meluas ke saluran urinarius maupun payudara. Gejala umum sepsis berupa suhu badan panas, malaise, denyut nadi cepat. Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria